KONSEL (SULTRAAKTUAL.COM) – Pengadilan Negeri (PN) Andoolo menggelar persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi terkait perkara pelanggaran Pasal 532 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum Jounto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana, Senin (22/4/2024) malam.
Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim PN Andoolo, Nursinah SH MH bersama Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Andoolo, Andi Gunawan SH MH, Maarifa SH MH dan Budiawan SH MH. Pemeriksaan saksi dalam perkara itu dengan menghadirkan Camat Tinanggea, Nurwan S.Sos MPW dan Sekretaris Desa Watumelewe, Hartawan.
Dalam dakwaan JPU sebelumnya, pada 14 Februari 2024, setelah proses pemilihan selesai, terjadi insiden di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Saat penghitungan suara, terdapat kecurangan yang melibatkan tersangka Muh Saiful Anwar, Ansyahrul Mukminin, dan Randi Saputra. Ansyahrul Mukminin merupakan Ketua KPPS 01 Desa Watumelewe sedangkan Randi anggota KPPS.
Jaksa mendakwa mereka diduga memanipulasi surat suara untuk calon DPD RI berinisial LA.
Tersangka Saiful Anwar membawa keluar 27 surat suara tidak sah dan kembali dengan 18 surat sah untuk calon LA. Tersangka Randi Saputra dilaporkan atas perbuatannya dan menghapus data C-Hasil DPD RI untuk menyamarkan kecurangan.
Olehnya itu, JPU mendakwa mereka atas tindakan melanggar Pasal 532 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Saat proses persidangan, Camat Tinanggea yang juga sebagai Pj Kepala Desa Watumelewe, Nurwan memberikan kesaksian dirinya tidak pernah mengkampanyekan untuk menyuruh memilih salah satu calon DPD.
“Pada saat itu saya juga saya diluar TPS. Hanya menelpon Sekdes Watumelewe (Hartawan) menanyakan bagaimana proses perhitungan suara di TPS Desa Watumelewe. Setelah itu bercerita-cerita lepas,” ujar Nurwan dihadapan majelis Hakim dan JPU.
Sementara itu Saksi Hartawan menuturkan dia menanyakan kepada terdakwa Saiful Anwar proses perhitungan suara di TPS satu sudah sampai dimana.
“Saya hanya memantau diluar area TPS. Saya sempat ketemu Saiful dan menanyakan proses perhitungan suara sudah sampai dimana. Kenapa suaranya LA sedikit kata camat. Karena kata camat dia malu kalau daerah binaannya suara LA kecil,” ujar Hartawan dihadapan majelis hakim.
Hartawan mengaku tidak pernah diperintah camat untuk membantu menaikan suara LA.
Berbeda dengan saksi, Terdakwa Syaiful Anwar mengaku didatangi sama Sekdes untuk membantu camat. Selang beberapa waktu camat datang bersama rombongan.
“Saat itu saya diminta untuk membantu suara untuk LA. Saya bilang saya tidak berani kalau tidak ada perintah atasan saya. Setelah itu pak camat menelpon, tidak tau setelah itu katanya pak camat bilang sudah telpon PPK, Panwas dan Kapolisian,” ungkapnya.
Setelah mendengar itu, lalu terdakwa Syaiful masuk ke dalam area TPS dan menanyakan kepada terdakwa Randi Saputra dimana surat suara tidak sah yang belum terceblos. Ia lalu mengambil surat suara tersebut dan membawa keluar ke area TPS dan mencoblos surat suara tersebut kemudian membawa masuk ke dalam TPS.
Terdakwa Randi Saputra dihadapan JPU mengaku sempat menegur tindakan Syaiful. Namun dirinya tak kuasa karena bagian dari atasannya sebagai Sekretariat PPS.
Dalam persidangan Ketua Majelis Hakim PN Andoolo yang menyidangkan perkara itu, Nursinah SH MH menuturkan akibat perbuatan itu proses demokrasi menjadi rusak karena kepentingan orang-orang tertentu.
“Bukan persoalan suaranya yang dibantu. Tetapi kepercayaan publik dalam proses demokrasi,” ujar Nursinah saat memimpin sidang.
Sidang bakal dilanjutkan dengan pembacaan tuntutan dan pembelaan para terdakwa.