OPINI (SULTRAAKTUAL.ID) – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal kembali menghantui Indonesia. Dua pabrik memutuskan menghentikan produksi alias tutup, menyebabkan ribuan orang buruh terancam kehilangan sumber pendapatan. Kedua perusahaan itu adalah PT Sanken Indonesia yang berlokasi di Cikarang, jawa Barat dan PT Danbi International di Garut, Jawa Barat. PT Sanken Indonesia total menghentikan operasionalnya bulan Juni 2025, menyebabkan 459 orang pekerja jadi korban PHK. Sementara PT Danbi International yang memproduksi bulu mata palsu, menghentikan produksinya per kemarin, Rabu(19/02/2024). Disebutkan ada 2.100-an orang karyawan,(CNBCIndonesia, 20/02/2025).
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan “Tutupnya pabrik dan PHK PT Sanken Indonesia merupakan alarm darurat ancaman PHK puluhan ribu karyawan di sektor industri elektronik. Dimana sebelumnya juga ratusan ribu buruh ter PHKdi sektor Industri tekstil, garmen, sepatu sepanjang tahun 2024. Juga di awal tahun 2025 ini , PT Yamaha Musik Indonesia yang memproduksi piano dan berorientasi ekspor, telah memangkas 1.100-an orang buruhnya. Yaitu 400-an di pabrik di Cibitung dan 700-an orang pabrik di Jakarta. Bila tidak ada solusi dan langkah-langkah yang jelas dari pemerintah, maka bisa dipastikan angka pengangguran akan meningkat,PHK terjadi dimana-mana dan Industri nasional terancam bangkrut” ujarnya, (CNBC 21/02/2025).
Sinyal PHK di tahun ini semakin menguat, beberapa karena gelombang PHK di pabrik-pabrik tanah air dan beberapa dampak dari efisiensi anggaran. Padahal saat ini mencari kerja bukanlah hal yang mudah, ada banyak kriteria yang menyulitkan termasuk batasan usia. Lantas bagaimana nasib mereka yang usianya sudah tidak memenuhi syarat melamar pekerjaan baru? Mungkin banyak dari mereka pelarianya menjadi driver ojek online seperti korban PHK kebanyakan tahun lalu.
Dalam sistem kapitalisme buruh adalah faktor produksi yang akan dikorbankan untuk menyelamatkan perusahaan. Ramainya gelombang PHK mendorong presiden Prabowo Subianto meneken regulasi baru yang memberikan hak bagi buruh korban PHK untuk mendapatkan uang tunai sebesar 60 persen dari gaji bulanan mereka. Manfaat uang tunai diberikan setiap bulan sebesar 60persen dari upah, untuk paling lama enam bulan.
Upah yang dijakikan dasar pembayaran manfaat uang tunai adalah upah terakhir yang dilaporkan pengusaha kepada BPJS Ketenagakerjaan dan tidak melebihi batas dasar yang ditetapkan, yakni sebesar Rp 5 juta tidak akan menyelesaikan persoalan karena kehidupan terus berjalan tidak hanya enam bulan saja. Hidup rakyat semakin berat karena terdampak PHK belum lagi dihadapkan dengan harga bahan pangan yang cenderung naik menjelang bulan Ramadhan dan lebaran. Tingginya angka penangguran ini memungkinkan angka kejahatan meningkat demi mengisi perut orang tak segan melakukan kejahatan. Seyogianya negara memikirkan jalan keluar untuk mereka dengan menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya.
Rosul SAW bersabda yang artinya: Imam itu adalah pemimpin dan dia diminta pertanggungjawaban atas orang yang dia pimpin (HR Bukhari dan Muslim).
Di antara urusan penting yang termasuk bagian dari tugas ri’aayah adalah menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga negara yang memiliki kemampuan, tetapi tidak mendapatkan pekerjaan. Bahkan nafkah atas orang fakir yang tidak memiliki kerabat yang mampu menafkahinya menjadi tanggung jawab Negara.
Selain itu, Negara juga wajib menanggung nafkah orang-orang tidak mampu jika tidak ada kerabat yang sanggup memberinya nafkah. Al-‘Aajiz (orang yang tidak mampu) menurut pengertian syariah adakalanya ‘aajiz haqiiqah, yaitu orang yang secara fisik benar-benar tidak mampu bekerja. Ada kalanya, ‘aajiz hukm[an], yakni orang yang tidak mendapat pekerjaan yang dari pekerjaan itu ia bisa memperoleh nafkah. Masing-masing dari keduanya adalah orang yang tidak mampu (‘aajiz).
Syariah menjamin seluruh kebutuhan dasar mereka berdasarkan dalil-dalil. Caranya dengan mewajibkan suami dan ahli waris memberi nafkah kepada wanita secara mutlak dan orang yang tidak mampu secara hakiki atau secara hukum. Kemudian, jika mereka tidak ada, atau ada tetapi tidak mampu, maka syariah mewajibkan nafkah tersebut kepada Baitul Mal, yakni kepada Negara.
Demi menjamin Baitul Mal melaksanakan pemenuhan nafkah tersebut, syariah menetapkan pos-pos pengeluaran untuk (pemberian) nafkah tersebut sebagai bentuk perhatian khusus. Syariah menetapkan di dalam Baitul Mal pos seperti zakat untuk orang-orang fakir
Jika zakat tidak mencukupi maka pemberian nafkah akan diambilkan dari pos-pos Baitul Mal lain berdasarkan sabda Rasulullah saw.: Siapa saja yang meninggalkan harta maka (harta tersebut) menjadi hak keluarganya. Siapa saja yang meninggalkan utang atau keluarga (yang wajib diberi nafkah) maka itu urusanku dan kewajibanku (HR Muslim).
Demikianlah, Negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup bagi setiap warga negara dan jaminan kesejahteraan untuk rakyatnya. (*)