Oleh : Fitri Suryani, S.Pd. (Freelance Writer)
OPINI (SULTRAAKTUAL.ID) – Kasus kriminalitas kian hari makin banyak dan beragam motifnya. Hal ini jelas sangat memprihatinkan, apalagi pelakunya tak hanya orang dewasa, tetapi juga remaja. Sebagaimana belum lama ini ditemukan mayat bayi berjenis kelamin laki-laki yang ditemukan di dalam parit di Kecamatan Tangaran, Kabupaten Sambas, pada Jumat, 7 Februari 2025. Polisi berhasil mengungkap kasus tersebut dan mengamankan ibu bayi tersebut yang diketahui merupakan anak di bawah umur (Kumparan, 09-02-2025).
Pun di Kendari, pembunuh AKB (43), seorang aparatur sipil negara di sebuah hotel melati di Kendari, Sulawesi Tenggara, telah dibekuk polisi. Pelaku, N (23), mengaku terlibat cekcok dengan korban hingga menusuk korban sebanyak 21 kali. Polisi menyatakan motif utama masih dalam pendalaman, termasuk hubungan ”khusus” pelaku dan korban (Kompas, 13-01-2025).
Kasus di atas tentu hanya secuil dari banyaknya kasus tindak kriminal yang terjadi saat ini. Tindak kriminal yang kian marak dengan kadar kekerasan yang makin mengerikan dan pelaku yang makin muda usianya.
Tindak kriminal yang terjadi saat ini tentu dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kepuasan jasmani dan materi menjadi prioritas dalam sistem yang meminimalkan peran agama dalam kehidupan. Sehingga untuk memenuhi hal tersebut terkadang apapun caranya akan dilakukan.
Bagaimana tidak, dalam sistem yang meminimalkan bahkan meniadakan peran agama dalam mengatur kehidupan, agama tak sedikit dipandang cukup mengatur ibadah ritual semata, sementara perkara lainnya manusialah yang dianggap bebas mengatur kehidupannya.
Hal ini tentu berpengaruh dalam pengendalian emosi ketika memiliki kehendak. Karena tak dimungkiri seseorang akan merasa puas jika apa yang diinginkan dapat tercapai, walau hal tersebut merupakan perkara yang melanggar norma hukum atau agama sekalipun.
Masalah ini juga terkait dengan pendidikan yang minim spiritual, sehingga menghasilkan manusia-manusia yang selalu berorientasi pada materi. Ini pun melahirkan sifat tamak, memaksakan kehendak dan memenuhi nalurinya apapun caranya. Dari itu, hal ini memudahkan untuk memicu seseorang melakukan tindak kriminal atau kejahatan.
Belum lagi, rusaknya sistem sosial/pergaulan generasi saat ini, seperti seks bebas, aborsi dan tindakan lainnya yang memprihatinkan. Ditambah lagi banyaknya media baik itu bacaan, game, film yang minim nilai edukasi bahkan berbau porno atau tindak kejahatan.
Selain itu, sistem sanksi yang dianggap belum mampu memberi efek jera menjadikan kejahatan merajalela, bahkan dapat memberikan inspirasi pada orang lain yang memiliki keinginan serupa untuk berbuat kriminal. Hal ini tampak dari pelaku kejahatan yang tidak sedikit keluar masuk bui dengan kasus serupa.
Berbeda dengan sistem saat ini, islam menetapkan tujuan hidup manusia untuk taat pada Allah Swt. dan terikat dengan aturan-Nya. Ini karena dengan sistem pendidikan islam yang berbasis akidah islam akan membentuk pribadi yang mulia yang beriman kepada Allah Swt. dan hari akhir, sehingga menjaga diri dari kemaksiatan dan kejahatan.
Islam pun memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan, sehingga mampu mencegah orang lain dalam melakukan tindak krimimal. Karena sungguh dalam islam sanksi merupakan bentuk pencegah. Disebut pencegah karena dengan diterapkannya sanksi, orang lain yang akan melakukan tindak kriminal yang sama dapat dicegah, sehingga tak muncul keinginan untuk melakukan hal yang serupa. Ini sebagaimana dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 179 yang artinya, “Dan dalam qisas itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar kamu bertakwa.”
Dengan demikian, tidak mudah meminimalisasi apalagi menuntaskan masalah kriminal saat ini, jika kondisi yang ada masih memberi celah yang mana dapat memicu tindak kriminal makin bertambah. Dari itu, tidakkah umat ini rindu pada penerapan aturan-Nya? Sebab, Dia yang menciptakan manusia, maka Dia pula yang lebih mengetahui mana aturan yang terbaik untuk hambanya. Wallahu a’lam.