KONAWE (SULTRAAKTUAL.ID) – Momentum I Muharram 1447 Hijriah Tahun 2025 Masehi Masyarakat Adat Wonua Ndiniso Parauna Kelurahan Parauna Kecamatan Anggaberi Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) bersama beberapa Organisasi Masyarakat (Ormas) Tamalaki menggelar tradisi pencucian benda-benda pusaka peninggalan leluhur.
Pencucian benda-benda pusaka merupakan kegiatan tahunan Masyarakat Adat Wonua Ndiniso Parauna dalam melestarikan benda-benda peninggalan sejarah sesepuh atau leluhur di jaman kerajaan.

Kegiatan pencucian benda-benda pusaka tersebut dipimpin langsung Tokoh Masyarakat Adat Wonua Ndiniso Parauna, Abdul Sahir atau biasa dikenal Ama Taali, Jumat (27/6/2025) malam.
Kegiatan pencucian benda-benda pusaka juga dihadiri beberapa Ormas Tamalaki yang ada di Sulawesi Tenggara.

Yakni Ormas Adat Tamalaki Pondondono Wonua Kalosara (TPWK) Sultra dan Kota Kendari, Masyarakar Adat Sulawesi Tenggara, Ormas Adat Pobende Kolaka Timur, Ormas Adat Sapati Ranomeeto, Paguyuban Spritual Seluruh Indonesia (PSSI) Sultra dan Komunitas Spritual Nusantara Sultra (KSNS).
Tokoh Masyarakat Adat Wonua Ndiniso Parauna, Abdul Sahir mengatakan kegiatan pencucian benda-benda pusaka merupakan agenda tahunan yang diselenggarakan masyarakat adat Parauna.
“Tradisi pencucian benda pusaka ini biasa dilakukan dalam momentum I Muharram sebagai tahun baru islam,” ujar Abdul Sahir.
Menurutnya, tradisi ini sarat akan nilai-nilai kearifan lokal dan budaya masyarakat adat khususnya masyarakat Suku Tolaki.

Sementara itu Ketua DPP TPWK Sultra, Hasman Almas S.Kom yang turut hadir bersama pengurus DPD TPWK Kota Kendari dalam kegiatan tersebut mengungkapkan kegiatan pencucian benda-benda pusaka sebagai bentuk menjaga kekayaan budaya dan kearifan lokal masyarakat Suku Tolaki.
“Benda-benda pusaka ini merupakan salah satu warisan dari leluhur Suku Tolaki di jaman kerajaan. Olehnya itu penting untuk merawatnya sebagai bagian dari kearifan lokal masyarakat Suku Tolaki,” papar Hasman.

Beberapa benda pusaka yang dilakukan pencucian seperti “Karada” atau Tombak yang telah berusia 700 tahun, Pene-Pene berusia 700 tahun, Lopa-Lopa berusia 300 tahun, Ta’awu (senjata tradisional Suku Tolaki berbentuk sebilah Parang panjang) dan benda pusaka lainnya yang konon merupakan benda yang dipercaya peninggalan di zaman Sabandara Walatoma.

Berikut beberapa arti dari benda-benda pusaka yang dilakukan pencucian oleh Masyarakat Adat Wonua Ndiniso Parauna :
- Karada : Merujuk pada tombak, yang merupakan salah satu senjata tradisional. Tombak ini digunakan dalam berbagai upacara adat dan juga sebagai alat pertahanan diri. “Karada” dalam Suku Tolaki bukan hanya sekadar senjata, tetapi juga memiliki nilai simbolis dan kultural yang mendalam.
- Lopa-Lopa : Lopa-lopa dalam suku Tolaki adalah sebuah kotak kecil berbentuk persegi panjang, yang digunakan sebagai tempat menyimpan sirih pinang (ine), daun sirih (obite), dan tembakau (inooso).
- Ta’awu : Dalam konteks Suku Tolaki, “Taawu” merujuk pada sejenis parang panjang, atau pedang, yang merupakan senjata tradisional suku Tolaki. Taawu memiliki mata satu dan bilah yang cukup panjang, dan pada zaman dahulu digunakan oleh raja-raja atau panglima perang (Tamalaki) sebagai senjata pertahanan diri dan dalam peperangan.
