Opini

Kala Asmara Berakhir di Pusara

×

Kala Asmara Berakhir di Pusara

Sebarkan artikel ini

Oleh : Fitri Suryani S.Pd
(Freelance Writer)

OPINI (SULTRAAKTUAL.ID) – Bunuh diri seakan menjadi solusi pintas bagi seseorang yang sedang dilanda masalah. Sebagaimana belum lama ini seorang siswa salah satu SMA Negeri di Kabupaten Kolaka Utara berinisial AB (17) nekat menghabisi nyawanya dengan gantung diri. Diduga, penyebab kematian siswa itu dipicu masalah asmara (Telisik, 17-04-2025).

Masalah bunuh diri sebagai solusi yang tidak sedikit dilakukan remaja dan orang dewasa jelas bukan hal baru. Kasus ini jumlahnya makin meningkat setiap tahunnya. Seperti data dari Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI (Bareskrim Polri) menunjukkan seluruh kasus bunuh diri di Indonesia sepanjang tahunnya. Angka kasus bunuh diri terus meningkat setiap tahun, bahkan bertambah hingga 60% dalam lima tahun terakhir.

Pada tahun 2020 tercatat ada lebih dari 640 kasus bunuh diri yang ditangani polisi. Di tahun selanjutnya pada 2021 jumlah kasus bunuh diri turun tipis manjadi 629 kasus. Namun, angka tersebut menukik tajam setahun setelahnya. Seperti tahun 2022 sebanyak 887 jiwa melayang akibat bunuh diri. Jumlahn kasus ini terus naik di tahun 2023 bahkan mencapai 1.288 kasus. Sementara di tahun 2024, sepanjang Januari-Oktober angka kasus bunuh diri telah menyentuh angka 1.023 (Data.goodstats, 25-10-2024). Apalagi dari jumlah tersebut banyak yang terjadi pada usia pelajar.

Jumlah kasus tersebut baru yang tercatat dan tidak menutup kemungkinan jumlahnya lebih banyak lagi yang terjadi di tengah masyarakat. Karena kasus bunuh diri seperti fenomena gunung es, apa yang terlihat lebih sedikit dari kenyataan.

Kasus bunuh diri yang marak terjadi sebagai solusi pintas yang dilakukan oleh sebagian orang tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Adapun faktor tersebut di antaranya: Pertama, gangguan kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan, perasaan putus asa dan kesedihan yang mendalam atas masalah yang dihadapi.

BACA JUGA :  Mencari Solusi Tuntas Perundungan

Kedua, konflik dalam keluarga, seperti masalah perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, atau minimnya dukungan emosional. Jika rumah dan anggota keluarga tak lagi jadi tempat yang nyaman, maka hal tersebut sangat rentan mengantarkan seseorang pada hal-hal yang buruk, tak terkecuali mengakhiri hidup.

Ketiga, putus cinta atau masalah dalam hubungan romantis juga dapat menganggu bagi remaja. Apalagi remaja saat ini menganggap cinta dan hubugan merupakan segalanya. Dari itu ketika kehilangan dapat menjadi penyebab bunuh diri.

Selain itu, persoalan ekonomi dalam keluarga tak sedikit menjadi pemicu. Bagaimana tidak, hari ini semua kebutuhan pokok makin meroket harganya, sehingga tak sedikit sulit dijangkau. Belum lagi masalah pendidikan dan kesehatan, makin memarginalkan kalangan menengah ke bawah.

Tak hanya itu, pengaruh media sosial telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat saat ini, tak terkecuali para remaja. Tontonan seolah menjadi tuntunan, tanpa mempertimbangkan lagi apakah baik atau buruknya, terpuji atau tercela.

Lebih dari itu, sistem hari ini di mana pemisahan peran agama dalam kehidupan makin nampak. Agama seolah hanya mengatur masalah manusia dengan Tuhannya, seperti perkara salat, puasa, zakat, dan haji. Sementara masalah yang menyangkut manusia dengan sesamanya, seperti pergaulan, pendidikan dan lainnya diserahkan kepada aturan manusia saja.

Berbeda dengan sistem yang ada saat ini, dalam islam di antara upaya yang dapat meminimalisasi kerusakan generasi, seperti kasus bunuh diri, di antaranya melalui penguatan peran keluarga, khususnya peran orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Karena anak merupakan amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Pun orang tua bukan hanya bertanggung jawab dalam membesarkan, memberi apapun yang ia butuhkan, tetapi lebih dari itu memberi pendidikan yang baik. Hal ini sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda, “Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya selain pendidikan yang baik.” (HR. Al Hakim).

BACA JUGA :  Seleksi Badan Ad hoc KPU Kabupaten Konawe Utara yang Transparan dan Akuntabel

Bukan hanya peran orang tua yang penting, namun juga peran lingkungan masyarakat dalam membantu menopang pendidikan yang telah didapat anak dari lingkungan keluarga. Hal itu seperti membudayakan aktivitas amar makruf nahi mungkar di tengah-tegah masyarakat.

Ditambah lagi, peran negara. Negara tak kalah penting dari peran lingkungan keluarga dan masyarakat, sebab negara memiliki kekuatan hukum dalam membuat peraturan. Untuk itu peran negara begitu strategis dalam menciptakan dan mengondisikan lingkungan masyarakat tak terkecuali para generasi muda termasuk para remaja dalam membentuk karakter mereka menjadi lebih baik. Hal ini seperti meniadakan tayangan yang minim edukasi, bahkan media-media yang dapat mengarahkan remaja pada hal-hal yang merusak pola pikir dan sikap.

Pun jika menilik dalam kaca mata islam dalam membantu membentuk kepribadian luhur generasi muda, maka salah satu tujuan pendidikan yang akan ditanamkan, yakni membekali akal dengan pemikiran dan ide-ide yang sehat baik akidah ataupun hukum. Kemudian strategi pendidikannya adalah untuk membentuk pola pikir dan pola sikap islam. Sehingga nantinya akan mampu membentuk generasi muda yang berkepribadian islam, yang mana setiap perbuatan yang dilakukan bukan berdasarkan hawa nafsu, tapi tuntunan syariat.

Oleh karena itu, sungguh tidak mudah menjauhkan generasi muda saat ini dari hal-hal negatif, jika masih banyak celah yang dapat memicunya. Dari itu, perlu ada kerja sama yang baik antara peran keluarga, masyarakat dan negara agar tercipta sistem yang mampu membentuk generasi yang tak hanya cerdas secara akademik, tapi juga berbudi pekerti yang luhur. Wallahu a’lam.

error: Content is protected !!