Opini

Insiden Raya, Potret Kelam Kesehatan Negara

×

Insiden Raya, Potret Kelam Kesehatan Negara

Sebarkan artikel ini
Jauharotul Fuaadah A.Md.Fis. (Freelance Writer).

Oleh : Jauharotul Fuaadah A.Md.Fis (Freelance Writer)

OPINI (SULTRAAKTUAL.ID) – Masih ingatkah insiden kelam belum lama ini? Negeri ini digegerkan dengan munculnya tragedi miris yang harusnya tidak terjadi di dalam negara yang sudah “merdeka”.

Tragedi ini bukan terjadi di pedesaan bahkan di pedalaman yang jauh dari akses kesehatan. Kasus yang sangat dekat dengan pusat kesehatan bahkan pusat pemerintahan saja luput dari kontrol pemerintah. Alih-alih mengatasi, mendeteksi saja nampaknya pemerintah kurang sanggup dalam menanganinya.

Raya, balita 4 tahun yang tinggal di Sukabumi, yang di dalam tubuhnya digerogoti ribuan cacing gelang, adalah contoh korban ketidaksanggupan pemerintah dalam mengentas masalah kesehatan.

Belum lagi ternyata latar belakang keluarga yang sangat jauh dari kata layak untuk penghidupannya. Ayahnya penyintas penyakit TB, ibunya adalah Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ), serta ekonominya jauh dari kata mampu untuk hidup di zaman saat ini.

Beberapa media menyatakan, mereka tidak memiliki KTP, BPJS dan kartu-kartu lainnya yang normalnya semua warga negara harusnya punya supaya bisa mengakses kesehatan dan bantuan dari pemerintah.

Dalam kejadian ini, para dokter dan pemerintah di lini kesehatan sibuk saling menyalahkan. Dari desa menyalahkan pusat, dari pusat menyalahkan desa. Lantas siapa yang sebenarnya salah? Hal ini membuat terlihat sekali carut marutnya sistem kesehatan saat ini.

Sistem kesehatan yang sudahlah layanannya berbelit, tidak ramah orang miskin, bilangnya gratis, tapi ujung-ujungnya pakai duit dan ditanggung masyarakat sendiri.

Hal ini jelas akibat kapitalisasi di ranah kesehatan, karena kenyataannya hanya sebagian masyarakat yang mampu saja yang bisa menikmati faskes yang seperti negara sediakan. Apakah negara hanya menyediakan faskes untuk sebagian orang saja? Lalu bagaimana dengan keluarga Raya yang tidak memiliki privilege tersebut? Apakah tidak bisa diobati? Sementara penyakit dalam tubuhnya itu harus ditangani dengan cepat dan tepat.

Kasus ini juga menyoroti hilangnya kepedulian masyarakat sekitar terhadap satu sama lain. Luputnya kontrol dari aparat desa, bidan desa, bahkan tetangga terdekatnya, sehingga ditemukannya kasus ini seolah-olah sudah menjadi kasus yang terlambat dan tidak tertangani dengan baik.

Padahal kasus seperti ini bisa dicegah jauh-jauh hari sebelum menimbunnya ribuan cacing yang menggerogoti tubuh Raya.

Padahal dahulu, di masa kelam Eropa yang banyak menimbulkan wabah penyakit yang penduduknya belum menemukan solusi untuk wabah tersebut, ada di sisi belahan dunia lain yang sudah menganut sistem pemerintahan Islam yang sudah tahu bagaimana sanitasi yang baik, mengobati wabah dengan baik, juga sudah banyak ilmuwan-ilmuwan yang menemukan ilmu untuk berkehidupan yang lebih baik.

Pemerintahan dengan sistem yang baiknya, tidak ada birokrasi carut-marut dan berbelit. Semua jelas teratur di dalam pengaturannya. Karena pemerintahan ini mengatur masalah langsung pada akarnya, bukan hanya secuil atau sebagian-sebagian saja yang mereka sukai.

Hal ini mengakibatkan solusinya tidak saling salah menyalahkan dan tumpang tindih dalam pelaksanaannya.

Ya, hal itu dialami saat masa kejayaan Khalifah Abasyiah. Mereka sudah memiliki sistem rumah sakit yang baik, dahulu disebut Bimaristan. Rumah sehat yang mereka gaungkan tidak seseram rumah sakit yang saat ini kita ketahui. Di sana semua pasien tertanggung dengan baik dari segi fasilitasnya, biayanya gratis, bahkan setelah keluar rumah sakit pasien pun mendapatkan biaya hidup untuk sehari-hari sehingga pasien tidak bingung ketika sudah kembali ke aktivitas seperti biasanya.

Semuanya itu ditanggung pemerintahannya yang sangat baik dalam hal mengatasi masyarakatnya yang sedang sakit.

Semua ini bisa didapatkan oleh seluruh warga negara tanpa tebang pilih, tidak menggunakan sistem subsidi antar warga negara seperti yang terjadi saat ini, dan tidak ada privilege dalam sistem pemerintahan ini.

Semua warga negara mendapatkan fasilitas dan diperlakukan sama. Tidak perlu memikirkan biaya saat ada keluarga yang sakit, pasien dan keluarga bisa fokus pada pengobatan dengan menikmati layanan-layanan yang sangat baik dalam bidangnya.

Dengan demikian, sulit mendapatkan fasilitas kesehatan yang memadai jika sistem yang ada saat ini seolah orang miskin dilarang sakit. Bukan karena tidak boleh sakit, tapi karena biaya kesehatan yang mahal dan tidak mudah diakses oleh orang miskin.

Olehnya itu, tidakkah umat saat ini merindukan penerapan aturan yang maha baik yang pernah diterapkan pada masa lalu? Wallahu a’lam.

BACA JUGA :  Masa Depan Air dan World Water Forum
error: Content is protected !!