Opini

Fenomena Judi Online Pada Anak, Potret Makin Buruknya Generasi

×

Fenomena Judi Online Pada Anak, Potret Makin Buruknya Generasi

Sebarkan artikel ini
Hasriyana S.Pd (Pemerhati Sosial Asal Konawe)

Oleh : Hasriyana S.Pd
(Pemerhati Sosial Asal Konawe)

OPINI (SULTRAAKTUAL.ID) – Indonesia kini darurat judi online, bukan hanya di kalangan orang dewasa saja, namun hal ini juga sudah dilakukan oleh anak-anak. Kalau sudah begini, lalu siapa yang kemudian harus disalahkan? Mengingat bukan hanya peran keluarga yang menjadi penyebab terjadinya judi online makin merajalela di dunia, peran negara juga tidak kalah penting untuk memblokir semua aplikasi ataupun situs yang terindikasi judi.

Sebagaimana yang dikutip dari Cnbcindonesia, 08-05-2025, transaksi judi online atau judol telah dilakukan oleh anak-anak berusia 10 tahun di Indonesia. Ini merupakan hasil temuan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Temuan ini diungkap PPATK dalam Program Mentoring Berbasis Risiko (Promensisko). Promensisko bertujuan memperkuat kapasitas pemangku kepentingan dalam memahami pola, mendeteksi dini, dan merespons secara efektif tindak pidana pencucian uang berbasis digital.

Data kuartal I-2025, yang dikumpulkan oleh PPATK menunjukkan jumlah deposit yang dilakukan oleh pemain berusia 10-16 Tahun lebih dari Rp 2,2 miliar. Usia 17-19 tahun mencapai Rp 47,9 miliar dan deposit yang tertinggi usia antara 31-40 Tahun mencapai Rp 2,5 triliun.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan bahwa angka-angka yang ada ini bukan sekedar angka, namun dampak sosial dari persoalan besar kecanduan judi online ini adalah konflik rumah tangga, prostitusi, pinjaman online dan lain-lain. Meski demikian, PPATK mencatat, jumlah transaksi judi online mengalami penurunan sekitar 80% pada kuartal I-2025 bila dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.

Fenomena judi online yang menyasar anak-anak bukan kebetulan, sistem kebebasan yang orientasinya materi menjadikan keuntungan sebagai tujuan utamanya, meski harus merusak generasi muda. Industri ini memanfaatkan celah psikologi dan visual untuk menarik anak-anak untuk memainkan peran ini.

BACA JUGA :  Calon Tunggal Vs Kotak Kosong Sama Dengan Partai Politik Lawan Suara Rakyat

Ditambah dengan banyaknya anak dan remaja menjadi korban dari judi online, ini membuktikan bahwa makin rusaknya generasi saat ini. Bahkan bukan hanya melanggar norma agama dan hukum, namun juga memiliki dampak negatif bagi anak. Di antaranya, gangguan kesehatan fisik, jika anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya di depan layar gawai, maka aktivitas fisik akan menurun sehingga kemungkinan akan malas untuk bergerak.

Bahkan bukan hanya itu, anak yang kecanduan judi online akan besar kemungkinan menggunakan harta orang tuanya pada judi tersebut. Hal tersebut diungkap Komisioner KPAI Sub Klaster: Anak Korban Cybercrime, Kawiyan yang mengatakan bahwa yang lebih berbahaya lagi anak-anak yang terlibat judi online berpotensi menyalahgunakan uang orang tua, bahkan tidak tertutup kemungkinan ia akan berusaha mendapatkan uang dari manapun, termasuk dengan cara-cara yang tidak dibenarkan oleh hukum (Cnbcindonesia, 21-09-2023).

Pun, keluarga juga bisa menjadi salah satu penyebab anak ikut-ikutan melakukan judi online, sebab melihat orang tuanya seperti demikian. Bukankah anak adalah peniru ulung paling cepat. Mirisnya betapa banyak orang tua saat ini secara tidak langsung menjadi contoh buruk bagi anak-anaknya. Sebagai contoh karena seringnya anak melihat orang tuanya bermain judi di rumahnya, akhirnya anak tersebut pun mengajak teman sebayanya berjudi. Jika demikian faktanya maka siapa yang harus bertanggung jawab?

Peran negara juga ikut andil dari banyaknya anak yang melakukan judi online. Karena seyogianya negara bisa lebih jeli melihat mana aplikasi game atau situs yang memang kemungkinan terindikasi judi online. Sebab jika aplikasi tersebut masih ada dan tidak dihapus oleh pemegang kebijakan, maka kemungkinan besar masih akan banyak anak-anak Indonesia yang terlalaikan dengan judi.

BACA JUGA :  Terjebak Ilusi : Judi Online, Hedonisme Semu dan Jurang Kemiskinan

Hal ini berbeda jauh dengan sistem Islam, negara akan melakukan filter tayangan dan apa yang bisa diakses oleh masyarakat. Jadi masyarakat tidak akan bisa seenaknya mengakses sesuatu informasi, terlebih hal itu berbau kemaksiatan. Sehingga tidak akan didapatkan anak-anak yang terindikasi judi online. Karena semua informasi betul-betul disaring oleh departemen penerangan.

Selain itu, negara akan menanamkan tsaqofah Islam pada masyarakat. Pun ketakwaan individu akan membuat seseorang merasa takut melakukan kemaksiatan dan merasa diawasi oleh Allah Swt. Sehingga dengan keyakinan dan ketakwaan individu tersebut akan kecil kemungkinan masyarakat melakukan kemaksiatan, sebab akidah Islam telah terinternalisasi dalam jiwa-jiwa mereka.

Di sisi lain negara juga akan menerapkan aturan dan memberikan hukuman pada setiap orang yang melanggar norma yang berlaku. Dengan begitu akan meminimalisasi masyarakat yang melanggar syariat. Karena sungguh saksi berfungsi sebagai pembuat jera, baik bagi pelaku maupun orang lain yang memiliki keinginan serupa.

Dengan demikian, sangat sulit memberantas permasalahan judi online saat ini, jika masih terdapat celah yang memungkinkan hal itu terjadi. Dari itu, tidakkah umat ini merindukan aturan yang terbaik bagi manusia yang bersumber dari pencipa? Karena sungguh Allah yang menciptakan hamba, maka Dia pula yang lebih mengetahui mana yang terbaik untuk hambanya. Wallahu a’lam.

error: Content is protected !!