KENDARI (SULTRAAKTUAL.ID) – Kasus kematian seorang tahanan kasus narkoba di Badan Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menjadi sorotan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kendari setelah pihak keluarga mengadukan hal tersebut di lembaga legislatif.
Dalam pernyataan yang disampaikan Ketua Komisi III DPRD Kendari, Laode Ashar mengungkapkan sejumlah kejanggalan yang ditemukan dalam proses kematian seorang tahanan berinisial LI di BNNP Sultra, yang menimbulkan dugaan adanya unsur kesengajaan atau tindakan yang tidak wajar.

“Awalnya, saya diminta oleh rekan-rekan wartawan di Rumah Sakit Bhayangkara untuk memberikan keterangan mewakili keluarga. Namun, saya menghormati permintaan istri almarhum untuk tidak mempublikasikan kasus ini di media sosial,” ungkapnya saat ditemui usai RDP di DPRD Kendari, Senin (27/10/2025).
Namun, setelah melihat foto-foto almarhum, Ashar mengaku terkejut dengan adanya bekas ikatan di tengah leher yang dinilai tidak masuk akal jika itu adalah kasus gantung diri biasa.
“Bagaimana mungkin seseorang gantung diri dengan ikatan di tengah leher? Apalagi jika menggunakan celana jeans. Seberapa kuat celana jeans bisa menahan beban leher?,” tanyanya.

Kejanggalan ini memicu dugaan bahwa Almarhum meninggal tidak wajar, mengingat kasus ini terkait dengan jaringan narkoba yang kompleks. Ia juga menyoroti adanya ketidak konsistenan dalam keterangan yang diberikan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN).
“Ada ambiguitas dan kontradiksi dalam keterangan BNN. Mereka mengklaim telah menghubungi istri almarhum, tetapi istri almarhum menyatakan sebaliknya. Ini menimbulkan pertanyaan, ada apa sebenarnya?,” tegasnya.
Selain itu, Ashar juga mempertanyakan tanggung jawab BNN terhadap kematian seorang tahanan.
“Kesehatan dan keselamatan tahanan menjadi tanggung jawab BNN. Sekarang, wujud tanggung jawabnya seperti apa? Apakah hanya sebatas pengakuan atau ada tindakan nyata,” sambungnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa saat proses visum, posisi tangan Almarhum dalam keadaan terikat.
“Saya menyaksikan sendiri proses visum dan melihat tangan almarhum terikat. Ini semakin memperkuat dugaan bahwa ada sesuatu yang tidak beres,” ungkapnya.
Selain itu, anggota dewan dari fraksi golkar ini juga menyoroti fakta bahwa CCTV di BNNP Sultra mati sejak Almarhum masuk sebagai tahanan.
“CCTV mati sejak November 2024 dan dibiarkan rusak selama satu tahun. Ini sangat tidak masuk akal. Ada indikasi bahwa ada sesuatu yang sengaja ditutupi,” ujarnya.

Sebagai tindak lanjut, DPRD Kendari akan merekomendasikan kepada BNN Provinsi untuk mengawal kasus ini sampai proses hukum selesai. Pihaknya juga akan memberikan dukungan penuh kepada keluarga almarhum dalam mencari keadilan.
“Kami tidak akan diamkan kasus ini. Kami akan terus berupaya mengungkap kebenaran di balik kematian Almarhum LI. Kami juga akan mendukung pihak keluarga dalam melakukan langkah-langkah hukum yang diperlukan,” tegasnya.
Kasus ini belum dilaporkan ke pihak kepolisian, namun Ashar memastikan bahwa masukan terkait pasal HAM akan menjadi bagian dari pertimbangan dalam proses hukum selanjutnya. Pihaknya juga akan segera berkoordinasi dengan pimpinan DPRD Kendari untuk mendapatkan persetujuan terkait langkah-langkah yang akan diambil.
La Ode Ashar menegaskan atas RDP ini pihaknya akan melakukan pertemuan dengan Ketua DPRD Kendari selaku pimpinan, kemudian akan mengusulkan dikeluarkan surat rekomendasi dengan poin yakni meminta pertanggung jawaban BNNP Sultra atas kasus ini minta gelar perkara.
Sementara itu, Kabid Brantas BNNP Sultra, Kombes Pol. Alam Kusuma yang juga mengikuti RDP mengatakan, jika benar terjadi pelanggaran maka akan ditindak sesuaikan dengan prosedur yang ada.
“Kita tindak tegas sesuai dengan aturan yang berlaku. Kemudian untuk proses hukumnya, dengan adanya dugaan tindakan bunuh diri oleh tahanan atau dugaan dugaan lainnya, ya kan kita serahkan kepada Polisi,” katanya.
Pihaknya menegaskan tidak ada yang ditutupi BNNP Sultra apa adanya dan akan terbuka. Namun, secara kasat mata, bahwa Almarhum diduga melakukan diri, yang diperkuat dengan tanda-tanda fisik seperti ada cairan keluar dari kemaluan, kemudian juga ada feses keluar dari dubur.
“Walaupun ada perbedaan asumsi ya itu hal yang wajar ya, namanya asumsi kan. Pasti dari keluarga berasumsi ada hal lain yang mengakibatkan kematian. Namun dari kami jelas diduga bunuh diri sebagaimana tanda-tanda fisik tadi,” terangnya.

Ditempat yang sama, Yusran salah satu kuasa hukum LBH Demaza Kendari, mengatakan, bahawa dalam masalah ini, diduga adanya mengkaburkan hak-hak korban yaitu hak hak Almarhum.
Karena dari sisi SOP administrasinya, ada beberapa surat yang belum dikasih ke pihak keluarga.
“Itu kan bagian dari hak kewajiban mereka untuk menyediakan. Maka dari itu harapannya, kami mau meminta pihak Polda Sultra untuk tetap mengawal kasus ini,” tegasnya.
Dia juga selaku pihak kuasa hukum, perwakilan keluarga untuk tetap mengawal kasus ini. Bahkan ia akan sampaikan hal ini ke Komnas HAM
“Kami akan membawa kasus ini karena indikasinya ialah kematian dan kemanusiaan, terindikasi pelanggaran HAM,” ucap Yusran.
Sebelumnya, diberitakan seorang tahanan kasus narkoba berinisial LI ditemukan tewas di dalam ruang tahanan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Selasa malam, 7 Oktober 2025. Peristiwa ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan keluarga, meski pihak BNNP telah memberikan penjelasan resmi terkait kronologi kejadian.
