Opini

Calon Tunggal Vs Kotak Kosong Sama Dengan Partai Politik Lawan Suara Rakyat

×

Calon Tunggal Vs Kotak Kosong Sama Dengan Partai Politik Lawan Suara Rakyat

Sebarkan artikel ini
La Ode M. Sacriel, S. Sos (Mantan Anggota MPM UHO 2012)

Penulis : La Ode M Sacriel S.Sos (Mantan Anggota MPM UHO 2012).

OPINI (SULTRAAKTUAL.ID) – Dalam suksesi Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Muna Barat (Mubar) Sulawesi Tenggara (Sultra) Tahun 2024 sejauh ini hanya menghasilkan satu bakal pasangan calon.

La Ode Darwin dan Ali Basa sejauh ini dipastikan melawan kotak kosong. Fenomena ini menarik untuk dikaji dari berbagai perspektif politik, karena mencerminkan dinamika unik dalam demokrasi lokal di Indonesia terkhusus di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara.

Pandangan yang muncul bahwa pilkada melawan kotak kosong bukan sekadar anomali politik, melainkan refleksi berbagai faktor yang mempengaruhi demokrasi di tingkat daerah.

Pilkada dengan hanya satu pasangan calon sering kali dianggap sebagai tantangan bagi prinsip-prinsip demokrasi, karena esensi dari demokrasi adalah adanya pilihan yang beragam bagi masyarakat.

Ketika pilkada hanya satu calon alias melawan kotak kosong, proses pemilihan ini bisa tampak seperti formalitas belaka, tanpa menawarkan opsi nyata bagi pemilih.

Presepsi yang terjadi di Muna Barat kita harus memahami bahwa kondisi ini juga merupakan refleksi dari dinamika politik lokal. Seluruh partai politik yang memiliki kursi di DPRD Muna Barat telah menyatakan dukungan kepada pasangan La Ode Darwin dan Ali Basa.

Pilkada serentak 2024 akan digelar di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota. Seperti sebelumnya, pilkada kali ini akan menjadi ajang kontestasi untuk orang kuat di tingkat lokal, calon inkumben, kandidat dari politik dinasti, wajah-wajah baru, dan calon perseorangan.

Melihat trennya, jumlah calon tunggal pada pilkada 2024 sebanyak 43 calon tunggal di seluruh Indonesia.

BACA JUGA :  Presiden RI Terpilih Perintahkan Menangkan AJP-James di Pilkada Konsel

Pertama kali muncul pada 2015 di tiga daerah, jumlah calon tunggal terus meningkat setiap perhelatan pilkada.

Perlu diketahui, fenomena calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah adalah anomali dari pesta demokrasi. Menurut teori demokrasi minimalis (Robert Dahl, 1971), pemilihan umum merupakan sebuah arena yang mewadahi kompetisi (kontestasi) antara aktor politik untuk meraih kekuasaan, partisipasi rakyat untuk menentukan pilihan, liberalisasi hak-hak sipil, dan politik warga negara.

Demokrasi juga menggariskan bahwa pemilu adalah kesempatan bagi partai oposisi dan rakyat untuk menjalankan mekanisme checks and balances terhadap penguasa.

Calon tunggal jelas merupakan penyimpangan dari teori ini karena dalam pemilihan tak ada kompetisi atau kontestasi. Dengan koalisi besar atau semua partai bersatu mendukung calon tunggal, sulit untuk berharap akan ada penyeimbang pemerintahan.

La Ode M. Sacriel, S. Sos (Mantan Anggota MPM UHO 2012)

Calon tunggal adalah duri dalam demokrasi. Fenomena ini merupakan bentuk pragmatisme partai agar dengan mudah mendapatkan kekuasaan. Dengan makin meningkatnya jumlah calon tunggal, hal ini menunjukkan makin kuatnya kartel politik di tingkat pusat dan daerah.

Partai sebagai pilar demokrasi tak lagi memandang pemilihan sebagai ajang untuk melahirkan pemimpin yang berkualitas, tapi semata-mata sarana bancakan kekuasaan.

La Ode Darwin-Ali Basa Vs Kotak Kosong Sama Halnya Partai Politik Lawan Suara Rakyat.
Fenomena calon tunggal sejatinya adalah bentuk kegagalan partai melakukan kaderisasi dan tak adanya meritokrasi.

Dengan demikian, sulit berharap muncul calon-calon pemimpin politik yang baik dan diharapkan publik. Partai malah sudah seperti badan usaha milik keluarga dan “pengusaha alias yang berduit”.

BACA JUGA :  Pelaku Penikaman Disuruh Oleh Menantu Korban, Dapatkah Dipidana?

Kalaupun ada yang disorongkan menjadi pemimpin atau calon kepala daerah, dia adalah orang yang berada di lingkaran keluarga pendiri partai.

Praktik inilah yang kemudian menyuburkan politik dinasti. Tak ada lagi rasa malu bagi partai dan kandidat ketika pilkada menghadirkan kotak kosong. Padahal fenomena kotak kosong sesungguhnya penghinaan bagi partai politik.

Rakyat bisa saja melawan fenomena calon tunggal dengan berbagai cara. Bahkan Undang-Undang Pilkada memberi celah ketentuan calon tunggal tak bisa dilantik kalau suara sah tak melebihi 50 persen alias kotak kosong yang menang.

Jika ini terjadi, partai politik benar-benar dipermalukan. Kemenangan kotak kosong akan menampar para politikus dan partai yang selama ini menjadikan pilkada semata-mata urusan kekuasaan.

Sederhanannya, calon tinggal di Muna Barat, didukung 11 partai Politik yang nanti akan melawan kotak kosong di Pilkada hari Rabu, 27 November 2024 nanti. Kotak kosong adalah bukan pilihan kosong bagi masyarakat Muna Barat.

La Ode Darwin-Ali Basa didukung banyak Partai Politik, dan kotak kosong adalah suara yang tidak memiliki partai politik. Sejatinya, yang tidak memiliki partai politik adalah Rakyat yakni seluruh masyarakat Kabupaten Muna Barat.

Kotak kosong adalah suara Rakyat dan calon tinggal adalah pendukung partai politik. Kotak kosong adalah pilihan bagi rakyat yakni masyarakat Muna Barat yang tidak berpartai politik, artinya bahwa pertarungan Pilkada Muna Barat tahun ini adalah pasangan La Ode Darwin – Ali Basa lawan Kotak Kosong sama dengan Partai Politik Lawan Suara Rakyat. Hidup Rakyaat….!!!!

error: Content is protected !!